Thursday, September 7, 2017

Serius Mau Sekolah Lagi Jadi Dokter Spesialis, Hadapi 3 Hal Ini Dulu

"Serius mau sekolah lagi?" ini pertanyaan pertama yang biasanya saya dengar ketika awalan saya mengutarakan niat untuk mendaftar jadi residen


"Serius mau sekolah?
"Serius mau hidup susah?"
"Berat hidupnya loh"
"Gak digaji loh"
"Kudu punya duit banyak"
"Duh ntar makin jarang kumpul keluarga"
"Alah wis tua...udah gini aja gak usah neko-neko"
"Suwi...sekolahnya lama. Minimal 4 tahun, kalo lulus cepet"


Dan pastinya komen-komen berikutnya lebih kejam lagi. Coba ingat-ingat kembali ketika anda mengutarakan niatan itu kepada (siapapun). Saya pastikan 80% komentar di atas akan didapatkan dan hanya sedikit yang akan bilang begini 

"Semoga sukses ya"



Well, begitulah dunia residensi para dokter spesialis di mata orang. Ibarat dokter umum masuk ke kandang macan, setelahnya kalau jadi residen ya masuk ke kandang singa, tidak ada bedanya. Memang sulit.


Well, tapi jangan pernah berputus asa. Tanyakan dan pastikan tiga hal ini sebelum anda benar-benar masuk ke dalamnya. Jika anda sudah bisa menjawab semuanya dengan baik, anda sudah siap masuk ke hutan belantara.

1. Keluarga Bagaimana?

Jika yang sudah punya anak, pikirkan kembali apakah keluarga besar sampai bapak ibu mertua setuju dan dapat memahami perjuangan sekolah lagi bertahun-tahun. Jika bukan dari kalangan dokter, beri penjelasan bahwa ini bisa berkali lipat lama dan tantangannya seperti sekolah dokter umum dulu. Karena terkadang tidak semua dapat memahami dunia kehidupan dokter spesialis ketika mereka sekolah. Bahkan jika keluarga besar anda ada yang dokter sekalipun, belum tentu juga mereka paham "konsekuensi" hidup residen. Tentu saja orang yang akan paling tahu adalah anda sendiri. 

Bagi yang sudah punya keluarga, sampai rumah anak sudah tidur dan ketika meninggalkan anak di pagi hari, anak belum bangun. Hanya bisa memberikan ciuman kasih sayang sembari terus berdoa semoga diberi kekuatan menjalani hari demi hari pendidikan residensi. Bukan hal yang "sehat" sebenarnya. Kami meninggalkan anak-anak kami untuk menolong anak-anak orang lain. Bahkan terkadang kami tidak dapat menyelamatkan anak kami sendiri. Kami memeriksa tumbuh kembang anak orang lain, tapi mungkin kami lupa memeriksakan anak kami sendiri sampai mungkin kami sadar ada yang berjalan tidak normal pada anak kami. Kami bisa mencarikan pasien atau anak orang lain obat ketika mereka kejang dengan berlarian tapi mungkin kami tidak bisa melakukan hal itu sendiri ketika anak kami yang kejang karena kami tidak disana, tidak berada di samping mereka. Kami bisa menganjurkan para ibu hamil menjaga bayinya agar lahir normal dan sehat tapi mungkin kami para residen yang sedang hamil tidak dapat melakukan itu pada bayi-bayi kami, kami masih bersentuhan dengan pasien-pasien infeksius yang tanpa sadar mungkin membahayakan bayi kami. Kami bisa melakukan apapun untuk yang terbaik ketika pasien sakit tapi kadang kami lupa ketika kami sakit, kami tetap harus ada untuk mereka. 

Kami mungkin menjadi anak-anak yang tidak bisa menujukkan bakti kami ke keluarga ketika kami menjalani dunia residensi ini. Kami mungkin tidak punya banyak waktu bersama seperti sebelum kami belajar. Mungkin juga kami tidak dapat menemani saat-saat genting orang tua kami, kami dapat menyelamatkan orang tua serangan jantung atau stroke tapi mungkin kami tidak bisa hadir dengan cepat di saat itu terjadi pada orang-orang yang kami cintai . Untuk itu, kami minta maaf karena banyak hal yang mungkin berubah dari kami karena berada di dunia residensi. Kami juga minta maaf mungkin kami tidak langsung menjadi anak durhaka, mantu atau mertua yang terlihat tidak becus. Bagaimanapun keluarga adalah tempat kami kembali, tempat yang selalu menguatkan kami karena untuk keluargalah kami menjalani semua ini.


2. Keuangan Bagaimana?

Tanpa bisa dipungkiri ini adalah hal penting ketika nantinya anda sekolah. Bahkan ketika anda disekolahkan oleh pemerintah/daerah/rumah sakit tempat anda kerja/apapun itu, anda harus berhitung apakah itu semua cukup. Bukan hanya untuk anda tetapi untuk keluarga anda ketika anda harus sekolah dan tidak bekerja serta meninggalkan anak-istri di rumah. Pikirkan ini bukan hanya satu dua tahun saja tetapi minimal sampai empat tahun. Cari tahun juga informasi detail seberapa banyak dana harus dikeluarkan setiap bulan untuk "hal-hal" yang secara tidak langsung berhubungan dengan kehidupan residensi  (You know it)

Tapi percayalah, terkadang uang bukan segalanya dalam residensi.  Jika tidak percaya, ada residen yang pas-pasan dan survive jika dibandingkan dengan residen yang secara finansial terpenuhi. Ada residen yang harus "cari duit tambahan" di tengah sibuknya residen dan masih survive. Bagian ini harus ditunjang dengan "kerja keras" dan "keinginan super kuat" untuk sekolah lagi. 

3. Diri anda bagaimana?

Ini adalah pertanyaan terakhir yang akan menguatkan atau malah melemahkan kedua pertanyaan sebelumnya. Apa tujuan anda ingin sekolah lagi. Sekadar jadi dokter spesialis dan mendapatkan gaji layak dibanding dokter umum?Atau lebih dari itu karena anda menyukai bidang yang anda ambil dan ingin berkecimpung di dalamnya. Ini adalah eksistensi diri anda yang mungkin terpendam dalam dan baru disadari ketika (ndilalah-tetiba) ingin sekolah lagi. Atau jika ada yang menjawab "saya gak sengaja ya lagi" ya tidak masalah. Setiap dari kita punya "self mechanisme" yang berbeda untuk mengatasi banyak hal termasuk di dalamnya ketika mendapat "mandat/rezeki" untuk sekolah lagi. 

Jika memang siap, ya tunggu apa lagi. Tiga pertanyaan di atas sudah cukup. Nah, mari bergabung bersama kami. Suka duka pasti ada, tapi suatu kepuasan bagi kami dapat menyehatkan kembali anak-anak sakit dimana para orang tua menitipkan anak-anak mereka pada kami.

Mari sekolah lagi, apapun jurusan spesialisasinya. 


Salam hangat dan penuh semangat
Avis

No comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...