Monday, March 8, 2021

Resensi: Algazel, Bayi Tangguhku (Kisah nyata pasienku)

Mama Imtiyaz...begitu saya mengenal wanita muda berkerudung yang anaknya dirawat di salah satu bangsal di rumah sakit tempat saya belajar (baca:masih residen). Nama lengkap pasien itu adalah Imtiyaz Zuhdi Algazel, artinya seorang anak pilihan yang memiliki keistimewaan.  Bayi laki-laki tangguh yang menjadi sumber kekuatan bapak ibunya. Kami memang biasa memanggil nama pasien dengan nama depan supaya tidak tertukar satu dengan lainnya. Jadi ada kalanya saya lebih hafal nama pasien dibanding nama orang tuanya. Imtiyaz ternyata punya nama panggilan tersendiri dari orang tuanya, dipanggil Thole atau Algazel. 


Buku ajaib yang ditulis oleh mama hebat, bercerita tentang anak tangguh!

Pertemuan pertama saya dengan Gazel tentu saja di rumah sakit, ketika dia berulang kali kejang dan berulang kali mondok.  Saat itu saya baru saja selesai dari cuti panjang melahirkan dan menyusui (6 bulan) sehingga saat bertemu Gazel, saya punya kesamaan dengan mamanya, sama-sama sedang berjuang memerah ASI.  Saat itu saya masih berjaga di bangsal tempat dimana Gazel dirawat, sehingga ASI perah pun saya titipkan di tempat yang sama dengan ASI mama Gazel. Sebagai sesama ibu, kami tidak berbeda, sama-sama berjuang memberikan ASI untuk anak kami.  


Perjuangan Gazel dimulai dengan pembukaan yang sangat runtut, rapi dan detail oleh mba Zuni (mama Gazel). Pernikahan Mba Zuni dan Mas Bay dalam mendapatkan momongan diuji di tahun pertama mereka. ngga akhirnya penantian panjang selama 2 tahun berhasil namun bayi Gazel sudah penuh ujian sejak dalam kandungan. Dokter kandungan menyatakan ada hidronefrosis pada ginjal Gazel.  Bayi Gazel bertahan sampai waktunya lahiran (12 September 2018).  Jika diruntut ke belakang, Salma anakku lahir di ruangan yang sama dengan Gazel, tepat tanggal 1 September 2018. Namun saat itu Allah belum mempertemukan kita berdua, baik sebagai sesama ibu yang sama-sama melahirkan bayinya maupun sebagai dokter-pasien. 

Allah punya waktunya sendiri kapan kami berdua harus bertemu. 

Periode Gazel berada di ruang khusus bayi dan berjuang sekuat tenaga ditemani oleh teman sejawat saya lainnya. Gazel dirawat di ruangan khusus bayi selama 21 hari. Setelah diperbolehkan pulang, Gazel mengalami batuk rejan di usia 1,5 bulan dan membutuhkan perawatan kembali. Setelah membaik, ternyata Gazel masih menyimpan misteri penyakit, di umur 3 bulan dia kejang dan harus dirawat kembali di rumah sakit. Gazel dirawat di bangsal VIP anak, namun tetap saja setiap jam operan akan banyak dokter yang keluar masuk memeriksa. Mungkin untuk sebagian orang tua akan merasa "kewalahan" karena harus meladeni pertanyaan yang mirip setiap kali kami para dokter operan. Namun yakinlah, hal itu dikarenakan kami memang harus memastikan langsung perkembangan pasien apalagi pasien dengan kejang harus terus dimonitor. Ternyata kejang ini bukan yang terakhir, ini hanya permulaan dari berbagai gejala penyakit Gazel. Di kemudian hari, Gazel masuk lagi rawat inap karena kejangnya tidak berhenti lebih dari 30 menit. Kejang pada bayi memang bahaya, tidak boleh dibiarkan terlalu lama. Banyak hal dilalui Gazel untuk mencari akar penyakit utamanya apa, bahkan sampai harus mengirimkan sampel darah ke Taiwan agar dapat diperiksa secara genetik. Mitokondria disease, kelainan dari semua gejala klinis yang muncul disebabkan karena genetik dari mitokondria-penghasil energi tingkatan selular gagal berfungsi dengan baik. 


Membaca buku tulisan dari sudut pandang "ibu pasien" selalu membawa pengalaman berbeda untuk kami para dokter. Apa yang kita kira "biasa" saja, boleh jadi orang tua sudah membayangkan hal mengerikan.  Seperti halnya pemeriksaan darah, memasang alat infus, memberikan fototerapi untuk bayi, melakukan pemeriksaan rontgen, pemasangan alat bantu nafas, selang makanan dan lain sebagainya. Misalnya pun orang tua sudah diberikan pemahaman akan tindakan tersebut, tetap saja sudut pandangnya akan beda ketika kita berada di posisi menjadi pasien. Saya bisa merasakan itu, otak "blank" ketika dokter menjelaskan panjang lebar. Bukan karena tidak paham, tapi karena otak masih mencerna "kenapa anak saya?". Namun ada kalanya putusan-putusan itu harus diambil cepat, butuh waktu yang tidak boleh lama. Sehingga mungkin terkesan seperti diburu-buru saat kami menjelaskan tindakan untuk meminta persetujuan alias inform consent


Dialog spontan Mba Zanu dan Mas Bay membuat magnet "kehidupan" sangat terasa pada buku ini. Kedekatan akan Tuhan juga sangat terasa di buku ini, karena pada akhirnya kita semua akan kembali ke Tuhan. 


"Kalau perlu ginjalku buat dia semua aja, Pak. Aku rela apapun demi anakku" (Hal 36)
"Bagaimana nanti kalau Mas Gazel dijauhi oleh teman-temannya? Bagaimana nanti kalau tak ada satu pun keluargsayang mau bergaul dengan kami? (Hal 100) 
"Jangan pikirkan hasil. Tugas kita sebagai manusia hanyalah berusaha dan berdoa. Hasil itu urusan Allah" (Hal 171)  
"Thole-ku berjuanglah untuk menajdi lebih baik di dimensi ruang yang lain" (Hal 205) 

Anak adalah amanah bagi kedua orang tuanya


Bagi saya, senang sekali ada pasien yang dapat menceritakan kisahnya dan dapat dibaca oleh orang tua lain yang mungkin saat ini anaknya sedang berada dalam perawatan khusus. Kami para dokter dapat belajar cara berkomunikasi dengan lebih baik lagi setelah membaca buku ini, seperti menyelami isi pikiran para orang tua, bagaimana mereka ingin didengarkan. Walaupun hal yang selalu sulit untuk kami para dokter adalah ketika harus mengucapkan tentang kematian.  Jika orang tua mendengar kalimat ini lancar kami ucapkan, sungguh sebenarnya kami merasa berat. Bahkan ketika berada di rumah sakit dengan fasilitas lengkap sekalipun, kami tidak dapat melawan takdir. Sama seperti para orang tua, saya dan bapak ibu sudah berusaha memberikan dan mengusahakan yang terbaik, Tuhan yang memutuskan hasil akhirnya, dia lebih sayang dan menyembuhkan anak-anak dengan caranya yang unik. 


Terima kasih telah berbagi kisah Algazel, bayi tangguh. Semoga Almarhum Algazel mendapatkan tempat terbaik di sisi Allah, menjadi pembuka pintu surga untuk kedua orang tuanya. Salam dari Salma, semoga bisa silaturahmi lagi dan ketemu calon adeknya Algazel, sehat selalu ya Mba Zuni dan Mas Bay. 




1 comment:

  1. Dari Tuhan dan kembali ke tuhan.. sungguh inspiratif kisah nya .

    ReplyDelete

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...