Saturday, April 24, 2021

Lelaki Berbulu



Lelaki berbulu karya Wina Bojonegoro asli monggo klik ini


Aku kembali berdetak, kali ini tidak sendiri. Seorang lelaki bersama istrinya di kursi roda ikut mengiringi tugas rutinku berdetak. Tampak wanita berbaju merah duduk berseberangan. Kuperhatikan matanya tak lepas dari jambang dan bulu dada si lelaki. Mungkin dia tadi terkesima melihat ada lelaki berbulu yang setiap hari mau mendorong kursi roda sekadar mencari sinar mentari untuk istrinya. Ah, tapi aku salah sepertinya. Wanita tadi menunggu cemas ketika si lelaki tak lagi datang, padahal hanya terlambat 10 menit dari waktu biasanya, tentu aku ingat karena aku pencatatnya. 

 

Wanita berbaju merah terus menggigit kuku jarinya sampai habis, dia seperti orang sakaw yang harus segera bertemu lelaki berbulu. 

“Ah kamu datang akhirnya” wanita itu melonjak bahagia. 

“Maaf aku terlambat, istriku kumat lagi”

“Lihat, dia mencakarku lagi, pagi ini bukan saja di jambangku tapi sampai di perut dan punggungku. Dia pasti mengira aku masih bersama perempuan lain seperti tujuh tahun lalu. Selalu saja kumat seperti banteng yang menyudruk jika mendengus aroma perempuan lain.”

“Maaf…apa aku termasuk yang mengganggu istrimu?”

“Tenang saja, kamu aman. Dia sudah kubuat tidur sebelum ke taman ini. Aku tidak mau dia mengganggu perbincangan kita” hidung wanita berbaju merah kembang kempis oleh suka cita mendengar tutur lelaki berbulu. Aku kembali berdetak….berharap dua insan di hadapanku ini tidak sedang mabuk cinta di tengah pesakitan jiwa.

 

 

Aku kembali berdetak 10 menit kemudian. Wanita berbaju merah terbelak kaget, di hadapannya lelaki berbulu sudah bersimbah darah. Kursi roda yang dibawanya kosong. 

“Apa yang terjadi?” 

“Sudah kubunuh istriku. Dia resek!”

“Kenapa kamu kesal dengannya sampai tega membunuhnya”
“Enak sekali dia sebut aku anjing buduk” wanita itu terbahak, bulu si lelaki memang sudah mirip anjing gimbal. 

“Aku benci anjing!” lelaki itu mengerang, si wanita bergidik ngeri, lalu hanya diam. Tangannya menyentuh lelaki berbulu, lalu bergerak menyentuh kursi roda. 

“Boleh aku jadi penggantinya di sini? Aku tahu kita saling membutuhkan” lelaki berbulu menepis tangan halus itu dari kursi roda. 

“Bukan kamu! Ternyata bukan kamu. Kursi ini hanya untuk cinta sejatiku. Bukan kamu!” lelaki itu mendorong kasar kursi roda kosong, menyisakan lubang luka menganga di hati si wanita.  Kembali si wanita dilanda takut dan kecemasan, kuku-kuku jarinya sudah habis dikikir giginya. Dia tidak berbeda dengan wanita di atas kursi roda, sama-sama kerdil jiwanya. Tidak ada lagi yang tersisa kecuali aku, detak jam dinding di taman yang menjadi saksi kepiluan mereka.

 




No comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...